Malaysia telah melanggar Hak kekayaan intelektual yaitu menggunakan
budaya asli Indonesia dengan mengganti nama, cerita, namun kebudayaan tersebut
sesungguhnya berasal dari Indonesia. Pelanggaran Hak kekayaan intelektual yang
telah dilakukan oleh Negara Malaysia dapat dikenakan tindak pidana ataupun
perdata.
Kesenian Wayang Kulit yang Malaysia klaim tidak mengubah nama “Reog”,
mungkin karena diikuti nama daerah Ponorogo maka namanya diubah menjadi “Tarian
Barongan”. Padahal wujud Reog itu bukan naga seperti Barongsai tapi wujud harimau
dan burung merak yang sama seperti Reog Ponorogo. Jika saja mereka menyertakan
informasi dari mana asal tarian tersebut maka tidak akan ada yang protes.
Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang yang kalau di Indonesia
lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia mencantumkan nama asal
kesenian Kuda Kepang dari Jawa ketika mendaftarkan kesenian tersebut.
Batik Indonesia berbeda dengan batik milik Malaysia dan China, karena
negara ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain, batik asli
Indonesia bukan produksi pabrikan (printing/cap/kain bermotif batik), meski ada
pula batik cap yang juga termasuk batik khas Indonesia.Batik Indonesia
sebenarnya sudah dikenal bangsa lain sejak zaman Kerajaan Jenggala, Airlangga,
dan Majapahit, namun saat itu bahan utamanya didatangkan dari China.
Penyebabnya, kain sebagai bahan dasar membatik sulit diperoleh di Indonesia.
Untuk itu, batik memang harus diklaim Indonesia dan bukan negara lain. Konsep
batik Indonesia sulit ditiru karena memiliki ciri khas tertentu. Motif yang
mirip batik juga ada di Jepang, China, India, Afrika, Jerman, Belanda,
Malaysia, dan negara lainnya. Namun, teknik pembuatan dan budaya pertumbuhan
batik di Indonesia memiliki kekhasan.Batik di Indonesia merupakan teknik
membuat motif kain dengan menorehkan canting berisi lilin, sedangkan di negara
lain hanya merupakan cetak atau cap (print) bermotif batik, teknologi batik,
dan sebagainya. Batik di Indonesia ada motif dan filosofi, bukan sekadar
produksi
Selanjutnya, klaim Malaysia atas Tari Pendet, yang berasal dari Bali. Hal
ini terlihat dari tayangan Discovery Channel yang menampilkan tari pendet
sebagai tarian dari negara tersebut. Meskipun akhirnya Malaysia mengakui bahwa
hal itu murni kesilapan dari Discovery Channel dan mereka tidak pernah
mengklaim tarian tersebut sebagai miliknya.Pada 2010, giliran alat musik
angklung yang diklaim oleh Malaysia sebagai miliknya. Untungnya hal ini
berakhir baik, dengan angklung sebagai alat musik bambu Indonesia dikukuhkan
sebagai salah satu warisan budaya UNESCO dari Indonesia pada November 2010.
Iklan Enigmatic Malaysia, sebelum gambar tari pendet ternyata muncul
dengan durasi cukup lama tokoh wayang kulit Bima, Pandawa ke-2 setelah
Yudhistira. Hal ini menunjukkan selain tari
pendet, Malaysia juga mengkalim wayang kulit berasal dari negaranya. Hal
tersebut di dukung oleh Pernyataan tahun 2007 Menteri Kebudayaan, Kesenian dan
Warisan Malaysia Datuk Seri Dr Rais Yatim , “Indonesia tak punya hak mengklaim
kepemilikan wayang kulit karena dia dibawa oleh penguasa Hindu Sri Wijaya di
abad ketujuh dan kesenian itu menyebar di Langkasuka (Kedah), Palembang,
Batavia dan Temasik,”. Istilah wayang pertama kali tertulis di Prasasti
Balitung tahun 898 - 910 masehi, jaman mataram hindu dari sanalah istilah
wayang pertama kali tercatat, sehingga bila ada klaim malaysia atas produk
budaya bernama wayang, bila dapat memperlihatkan prasasti asli malaysia yang
menyebutkan kebudayaan wayang berasal dari negeri mereka. Malaysia berusaha
menunjukkan bukti sejarah masa lalu mereka dengan memburu naskah-naskah kuno
tentang kerajaan melayu di daerah Kepulauan Riau dan daerah lainnya, yang masih
ada di kalangan rakyat (di luar museum). sebenarnya para ahli sastra sejak
jaman mataram hindu sudah memberikan jejak budaya dan hak cipta mereka, dengan
menuliskannya di kitab-kitab kuno berbahasa kawi (jawa kuno) dan sansekerta,
antara lain gubahan ramayana ke dalam bahasa jawa kuno, mahabarata digubah pada
jaman Raja Darmawangsa,Dalam serat centhini terkuak bukti bahwa di jaman
majapahit wayang digambar di kertas jawi yaitu awal mula wayang beber.
Sedangkan wayang kulit yang berasal dari kulit kerbau dengan penjepit tanduk
kerbau dimulai dari jaman kerajaan islam Demak (kerajaan setelah dinasti hindu
majapahit berakhir). Pemakaian kulit kerbau dikarenakan untuk menghormati
rakyat beragama hindu yang pantang menyembelih sapi. Skenario drama by Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga yang mengubah kayu menjadi batang pisang untuk
menancapkan wayang, menggunakan kotak wayang, menggunakan gunungan, dan
menggunakan obor (blencong) untuk membentuk efek bayangan di balik layar.
wayang bisa sampai Malaysia Pada kekuasaan majapahit di jaman patih Gajah Mada
bisa menjangkau Indonesia, malaysia, hingga Thailand. Untuk wayang kulit yang
mulai ada di jaman kerajaan Islam Demak bisa menyebar hingga daratan Malaysia
karena waktu itu sudah ada usaha perluasan kekuasaan hingga Malaka, terbukti
Pangeran Pati Unus, berusaha menyerang portugis di Malaka, berarti sudah ada
hubungan dan penetrasi budaya jawa dari kerajaan Demak ke Malaysia. Hal yang
membuat Malaysia tidak bisa mengklaim wayang kulit sebagai budaya asli ciptaan
Malaysia, adalah karena selain latar belakang bukti sejarahnya yang tidak kuat,
juga Malaysia tidak akan bisa menjelaskan tingginya nilai filosofi yang ada di
tiap guratan pahatan wayang kulit, karena tiap pahatan mengandung makna, tiap
warna kostum wayang mengandung makna, termasuk juga gunungan yang mempunyai
nilai filosofis tinggi, khas karya sunan Kalijaga.
Lagu Rasa Sanyange digunakan oleh Departemen Pariwisata Malaysia untuk
mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar bulan Oktober 2007.
Sementara Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu
Rasa Sayange merupakan lagu kepulauan Nusantara (Malay archipelago), Gubernur
Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu "Rasa Sayange" adalah
milik Indonesia karena ia merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di
provinsi Maluku sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu adalah
salah.Gubernur melihat bukti otentik bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu
rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut terkumpul, akan diberikan kepada
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku
Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa membuktikan bahwa lagu Rasa
Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia. Akhirnya bukti tersebut ditemukan,
'Rasa Sayange' diketahui direkam pertama kali di perusahaan rekaman Lokananta
Solo 1962.
Pada berbagai
wacana mengenai masalah klaim berbagai budaya Indonesia oleh Malaysia, hal ini
menimbulkan kesalah pahaman penggunaan kata hak cipta dan hak paten. Paten
adalah perlindungan hukum untuk teknologi atau proses teknologi, bukan untuk
seni budaya dan media terus mengulangi kesalahan pemahaman HKI yang mendasar
bahwa seolah-olah seni budaya dapat dipatenkan.
Dalam Hak Kekayaan
Intelektual, ada sejumlah hak yang dilindungi, seperti hak cipta dan paten
dengan peruntukan yang berbeda. Hak cipta adalah perlindungan untuk ciptaan di
bidang seni budaya dan ilmu pengetahuan, seperti lagu, tari, batik, dan program
komputer. Sementara hak paten adalah perlindungan untuk penemuan (invention) di
bidang teknologi atau proses teknologi. Ini prinsip hukum di tingkat nasional
dan internasional, sehingga paten tidak ada hubunganya dengan seni budaya.Memberikan
pengetahuan yang salah kepada publik secara terus-menerus, akibatnya aan terlihat
sebagai bangsa aneh karena di satu sisi kecewa dan marah karena merasa seni
budayanya diklaim orang lain, tetapi di sisi lain tak paham hal-hal mendasar
tentang hak cipta dan paten.
Banyaknya
pihak yang ingin mendaftarkan hak cipta menimbulkan sesuatu yang harus dipahami
dalam sistem perlindungan hak cipta, pendaftaran tidaklah wajib. Apabila
didaftarkan, akan muncul konsekuensi berupa habisnya masa berlaku hak cipta,
yakni 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, Ketika Hak Cipta hilang maka
akan diklaim oleh siapa saja. Kita harus hati-hati menggunakan kata klaim
apabila terkait urusan sebaran budaya. Adanya budaya Indonesia di negara lain
tidak berarti negara itu secara langsung melakukan klaim atas budaya Indonesia.
Karena apabila ini kerangka berpikir kita, kita harus siap-siap dengan tuduhan
bangsa lain bahwa Indonesia juga telah mengklaim budaya orang lain.
Dalam narasi
proklamasi UNESCO atas wayang sebagai seni tak benda Indonesia, disebutkan
"Wayang stories borrow characters from Indian epics and heroes from
Persian tales". UNESCO menyatakan kita meminjam budaya orang lain dalam
wayang kita. Karena kurangnya pemahaman tentang hak paten, hak cipta, serta
hak-hak lain dalam ranah hak kekayaan intelektual, seseorang menjadi mudah
terprovokasi mengenai isu terkait hak paten atas suatu budaya oleh bangsa lain
yang dinilai tidak berhak. Ketika berbicara dalam konsep suatu kesenian, ilmu
pengetahuan, dan karya sastra, maka yang dibicarakan adalah mengenai hak cipta.
Hak cipta hanya dapat dicantumkan pada suatu karya apabila jelas identitas penciptanya.
Selanjutnya, hak cipta tersebut juga memiliki batas waktu, yakni sekian puluh
tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Dengan demikian, produk-produk
budaya yang tidak jelas penciptanya karena sudah diwariskan secara
turun-temurun tidak dapat dilindungi dan diklaim dengan menggunakan hak cipta. Sementara
itu, hak paten merupakan hak perlindungan kekayaan intelektual yang berhubungan
dengan teknologi. Ketika seseorang berkata mengenai hak paten suatu batik,
misalnya. Maka apabila digunakan tepat sesuai dengan tempatnya, memiliki makna
bahwa hak tersebut melindungi suatu teknik pembuatan batik. Apabila ada menemukan
teknik baru dalam membuat batik, untuk melindungi hak kepemilikan atas teknik
yang dtemukan tersebut, penemu dapat mengajukan hak paten, tetapi bukan hak
cipta.
Media kemudian
membentuk anggapan bahwa Indonesia mendaftarkan beberapa kebudayaannya ke UNESCO
adalah untuk mematenkan budaya secara internasional sehingga dunia mengenal
bahwa Indonesia merupakan pemilik dari warisan budaya tak benda tersebut
merupakan sesuatu yang salah. Seperti yang telah diketahui bersama UNESCO
merupakan badan dunia yang mengurus kebudayaan, pendidikan, dan ilmu
pengetahuan. Fokus kerja UNESCO dalam bidang kebudayaan yang mengurus
pendaftaran suatu bentuk kebudayaan menjadi warisan budaya tak benda yang saya
dikemukakan dalam informasi di atas adalah Intangible Cultural Heritage. Warisan
budaya tak benda didefinisikan sebagai
berbagai praktik, representasi, ekspresi, serta pengetahuan dan keterampilan masyarakarat,
kelompok, atau dalam beberapa kasus, seseorang, yang dikenal sebagai warisan
budaya mereka. Warisan budaya tersebut merupakan dorongan utama
keanekaragaman budaya yang keberlangsungannya merupakan jaminan atas
kreativitas yang terus berlanjut, yang diwujudkan dalam antara lain: ekspresi dan
tradisi oral termasuk bahasa, kesenian termasuk sandiwara, musik, serta tarian
tradisional, festival, ritual, serta praktik adat lainnya; pengetahuan dan
praktik yang berhubungan dengan alam dan dunia, dan kerajinan tradisional. Pada
dasarnya, kegiatan lembaga ini adalah memfasilitasi kelestarian warisan budaya
tak benda dengan meningkatkan kesadaran hingga skala internasional, sehingga
warisan budaya tak benda tersebut senantiasa lestari dan terjaga hingga akhir
zaman. UNESCO akan terus bekerja sama dengan WIPO (World Intelectual Property
Organization) yang mempelajari kemungkinan adanya pembuatan instrumen
internasional yang mengurusi, antara lain, hak kekayaan intelektual dalam
bidang cerita rakyat/warisan budaya tak benda.
Menurut Guruh Soekarno
Putra, seni dan budaya tidak perlu ‘dipatenkan’ karena dapat mengakibatkan
pengkotakan pemikiran dan kreasi masyarakat dunia. Disebutkan juga tentang
Jepang yang tidak ‘mematenkan’ kimono dan karatenya, juga India yang tidak
‘mematenkan’ kain sari dan musiknya (yang di Indonesia lantas berkembang
menjadi dangdut), juga Cina yang tidak mempermasalahkan bahwa barongsai telah
menjadi tradisi masyarakat Indonesia (tidak hanya tradisi milik WNI keturunan
Tionghoa).
Beberapa tokoh yang
mendukung kesalahpahaman antara isu yang selama ini berkembang mengenai hak
paten antara Indonesia dan Malaysia, yaitu
1.
Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Depkumham Andy N
Sommeng
“Salah satu penyebab hal itu adalah
karena belum jelasnya ketentuan yang mengatur perlindungan dan pelestarian
produk budaya tradisional atau yang disebut dengan folklor. Berbeda dengan
pengaturan hak kekayaan intelektual seperti hak cipta, merek, paten, dan desain
industri.” . Pernyataan itu menanggapi pemberitaan sejumlah media tentang
kesimpangsiuran pemahaman produk budaya tradisional dan proses pendaftaran hak
cipta atas folklor terkait kasus klaim Malaysia atas produk budaya Indonesia
diantaranya lagu Rasa Sayange, Reog Ponorogo, dan terakhir kasus tari
Pendet. Hal itu, disebabkan buruknya inventarisasi dan publikasi seni budaya
Indonesia yang semestinya didaftarkan di lembaga internasional yang mengurusi
hak kekayaan budaya agar tidak diklaim pihak lain. Andy menjelaskan perbedaan antara folklor
dan hak cipta. Hak cipta menyangkut kreasi individu atau badan hukum untuk
kepentingan ekonomi yang pendaftarannya bersifat tak wajib alias secara
otomotis dilindungi. Sementara folklor merupakan warisan budaya antargenerasi,
legenda dan tari-tarian misalnya yang hanya untuk kepentingan sosial budaya.
Terkait perlindungan, hak cipta berbeda dengan folklor yang memiliki waktu tak
terbatas dalam perlindungannya. Beda
dengan hak cipta yang perlindungannya hanya 50 tahun setelah penciptanya
meninggal. Jadi, kalau folklor dipaksakan untuk didaftarkan menjadi hak cipta
akan menjadi bersifat limitatif. Ditjen HKI tak bisa mengeluarkan surat
pendaftaran atas folklor karena sifatnya berbeda dengan hak cipta yang
diketahui penciptanya. Kepemilikan hak atas folklor, dikuasai negara untuk
mencegah segala bentuk eksploitasi atau pemanfaatan pihak asing. Tentunya kita
semua wajib memelihara dan melestarikan, meski proses pendaftarannya belum ada
pengaturannya. Menurut Andy pengaturan soal folklor hanya diatur lewat Pasal 10
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Kalaupun diatur dalam UU No. 5 Tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya, namun itu hanya melindungi warisan budaya yang
bersifat fisik. Bukan bersifat ekspresif seperti tari-tarian. Soal perlindungan
internasional, rezim folklor yang berada di luar sistem HKI tengah diupayakan
perlindungan baik secara nasional maupun internasional. Beda dengan hak cipta,
Indonesia sudah meratifikasi tiga konvensi yakni Berne Convention, WIPO
Copyright Treaty, dan WIPO Phonogram and Performance Treaty.
Sementara upaya perlindungan folklor di tingkat internasional (international
legally binding instrument) mengalami jalan buntu.
2.
Pak Didik,
seorang pakar pertanian dari IPB sekaligus sebagai Ketua Asosiasi Inverter,
sebuah perhimpunan para peneliti dan penemu teknologi
Beliau memberikan penjelasan
bahwasanya orang seringkali salah kaprah dalam memahami antara hak paten dan
hak cipta (copyright).Hak paten merupakan insentif yang menjadi hak seorang penemu atau pencipta suatu teknologi baru.
Sedangkan hak cipta lebih berlaku untuk karya dari pola pikir dan kreasi
manusia tanpa menyangkut teknologi, seperti lagu, desain produk, tulisan, karya
sastra dan seni, dll. Untuk penentuan siapa pemegang hak paten harus dibuktikan
dengan ketertelusuran dokumentasi sejarah yang jelas dan teknologi yang
diciptakan harus memiliki unsur kebaruan.Dalam kasus pematenan batik oleh
Malaysia, harus dilihat konteksnya apakah jenis batik yang dibuat disana
memiliki teknologi, baik peralatan, cara ataupun metode yang berbeda dan sama
sekali baru jika dibandingkan dengan teknologi yang telah ada di Indonesia.
Apabila semua unsur tersebut terpenuhi, maka pematenan batik Malaysia dapat dipertanggungjawabkan, artinya memang batik
yang khas Malaysia. Sedangkan menyangkut desain batiknya sendiri, karena tidak
menyangkut teknologi setiap orang dapat menciptkan kreasi baru untuk kemudian
dimintakan ”hak cipta”. Lain cerita dengan kasus reog ponorogo. Hal
pertama, agar persepsi dari sisi aturan dan ketentuan internasional sama, kita
harus berangkat bahwa kreasi reog bukanlah suatu penciptaan teknologi namun
merupkan hasil kreasi seni seseorang atau sekelompok orang, sehingga jangan
lagi bilang reog dipatenkan, namun yang paling tepat adalah berbicara mengenai
hak cipta atas kesenian reog ponorogo. Kedua, klaim Malaysia atas reog
sesungguhnya sangat lemah karena untuk pendaftaran sebuah hak cipta maupun
paten harus dipenuhi unsur dokumentasi dan memiliki dimensi kebaruan. Adalah
hal yang sudah sangat nyata, dari berbagai literatur sejarah ketika ditelusur
dan dirunut kemanapun ujung-ujungnya pasti ya sampai di Ponorogo.Cak Nun pada
kesempatan tersebut juga menambahkan, bahwa kepindahan suatu bagian komunitas
suku Jawa ke daerah lain baik untuk sekedar pengembaraan maupun sekedar mburu
upo, senantiasa secara tradisional mengikutsertakan empat perwakilan yaitu
golongan ahli pertanian, ahli agama, ahli pertukangan, dan ahli kesenian.
Demikian halnya kepindahan manusia Jawa ke semenanjung Malaka pertama kali
dipelopori oleh Parameswara seorang pelarian dari Majapahit yang kemudian
mendirikan kasultanan.Di era modern justru semakin banyak warga Indonesia yang
terpaksa menadi buruh migran(baca:TKI) di negeri jiran tersebut untuk sekedar
menyambung hidup. Kemudian para migran tersebut berkeluarga dan beranak pinak
di sana. Konsitusi di Malaysia setiap kelahiran bayi di negara tersebut secara
otomatis memiliki kewarganegaraan Malaysia. Adalah hal yang sangat wajar
apabila kemudian sang orang tua tetap menanamkan nilai dan budaya yang dibawa
dari daerah asalnya.Taruhlah orang Ponorogo yang ada di Malaysia dan ”terpaksa”
menjadi warga negara sana kemudian mengajari dan mendidik anak-anaknya
kesenaian reog, karena toh reog telah menjadi darah dan dagingnya. Kemudian
sang anak dan untuk selanjutnya diteruskan secara turun temurun memahami dan
menguasai seni reog yang lambat laun kemudian menjadi suatu varian yang khas,
dan kemudian mereka namakan reog Malaysia, apakah salah?Tentu tidak salah dan
menjadi hal yang lumrah. Permasalahan kemudian timbul ketika pihak tersebut
kemudian mengklaim diri bahwa seni reog berasal dari Malaysia. Sedangkan
literatur sejarah manapun dan pengetahuan dunia manapun di segenap penjuru bumi
tahu persis bahwa reog secara sejarah jelas berasal dari Ponorogo. Apakah kita
warga negara yang besar ini harus marah? Nampaknya kita malah harus mengasihani
”keponakan” kita tersebut, karena mereka telah bermanuver untuk menelanjangi
diri sendiri di muka umum pergaulan dunia.Sekian ribu bahkan sekian juta warga
kita turut menyumbangkan tenaga dan keahliannya untuk membangun negeri saudara
sereumpun tersebut. Kalau anda bertanya, siapakah yang menangani proyek megah
menara Petronas? Jawaban jujur pasti akan menyatakan bahwa putra-putra
Indonesia ikut memberikan andil utama, mulai dari tenaga para kuli dan
mandornya, sampai beberapa arsitek yang terlibat.Mereka katakan bahwa Majapahit
adalah bagian dari kerajaan Malaka, saking kepengennya mereka ingin tetap eksis
menjadi bagian dari budaya Nusantara. Oleh karena dalam menaggapi isu
perselisihan dengan keponakan muda kita tersebut, seyogyanya kita sebagai
bangsa yang besar bersikap bijaksana dan ngemong. Betapa semua aset yang kita miliki semata
pinjaman dari Sang Maha Esa.
1. Menyusun RUU tentang Perlindungan Pengetahuan
Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.
2.
Menempuh jalur diplomasi dengan pemerintah Malaysia.
3. Pemerintah melalui Depdiknas untuk mewajibkan
matapelajaran budaya seperti membatik kepada para siswa menengah kejuruan pada
level SLTA di daerah-daerah sentra utama pengrajin batik, yaitu Yogyakarta,
Solo, dan Semarang (Joglosemar), dan Pekalongan. Serupa dengan kegiatan ini,
misalnya, untuk wilayah Sumatera Utara, Depdiknas setempat dapat menerapkan
konsep yang sama untuk produksi kain Ulos, yaitu salah satu kain khas yang
dibuat oleh suku Batak. Untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia, konsep
tersebut juga dapat diterapkan untuk para siswa SLTA kejuruan.
4. Membuat Artikel Internasional yang di muat di website,
tempat-tempat ramai seperti bandara dll mengenai sejarah budaya Indonesia.
5. Mengikuti Acara dan Pameran Budaya dan Ekonomi Kreatif
dengan mempromosikan budaya Indonesia
6.
Membuat Acara khusus untuk mempromosikan Budaya
Indonesia di Indonesia dan Luar Negeri
7. Meminta Malaysia Untuk mencantumkan wilayah dan nama
Indonesia di iklan atau kegiatan yang menggunakan budaya Indonesia seperti tari
dan lainnya
8.
Pemerintah Malaysia dan Indonesia Bekerja sama
mempromosikan budaya masing-masing
9.
Pemerintah Malaysia diharuskan meminta izin kepada
pemerintah Indonesia bila ingin menggunakan budaya Indonesia dan Pemerintah
Indonesia memberikan syarat tertentu.
Kesalahpahaman ini setelah di
analisa diakibatkan oleh dua faktor yaitu pemberitaan media dan pengetahuan
masyarakat yang kurang, kerna itu solusi agar tidak lagi terjadi kesalahpahaman
antara hak paten, hak cipta dan pendaftaran warisan budaya ke UNESCO harus di
mulai dari penyebabnya. Media harus mengklarifikasi dan memberikan pendidikan
yang baik kepada masyarakat dengan menjelaskan pengertian hak paten, hak cipta
dan UNESCO dengan menghadirkan tokoh atau ahli dalam bidang ini, dengan
menunjukkan bukti pengertian yang jelas yang telah di jelaskan oleh
undang-undang atau direktorat jendral HAKI. Acara tersebut dapat mengundang
masyarakat dari berbagai usia, pendidikan dan kelas sosial, agar semua
masyaraat Indonesia mengerti mengenai ketiga hal tersebut, di dalamnya juga
diadakan tanya jawab agar masyarakat dapat mengerti secara mendetail, hal ini
akan membangun pengetahuan yang baik pada masyaraat dan masyarakat Indonesia
akan lebih cerdas dalam memilih kalimat.
Solusi kedua adalah dengan
memberikan pendidikan khusus pada pelajar dan Mahasiswa di Indonesia mengenai
Hak kekayaan Intelektual dan kesalahpahama selama ini, dengan mengadakan
seminar wajib ataupun acara wajib dengan sesuatu yang menyenangkan seperti
konser musik ataupun game yang berhubungan dengan hak kekayaan intelektual yang
didalamnya mencakup hak cipta, hak paten dan gambaran tentang UNESCO maupun UNESCO’s World Heritage. Hal ini akan membuat generasi muda Indonesia lebih
memiliki pengetahuan yang luas tentang HAKI sehingga saat membela Indonesia
mengembangkan kebudayaannya akan lebih menggunakan kalimat-kalimat yang sesuai
dengan pengertiannya.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
In this fashion my colleague Wesley Virgin's adventure starts in this shocking and controversial VIDEO.
BalasHapusWesley was in the army-and soon after leaving-he revealed hidden, "mind control" secrets that the government and others used to get whatever they want.
These are the EXACT same SECRETS lots of famous people (notably those who "became famous out of nowhere") and the greatest business people used to become rich and successful.
You've heard that you only use 10% of your brain.
Mostly, that's because most of your BRAINPOWER is UNCONSCIOUS.
Perhaps this thought has even taken place INSIDE OF YOUR very own mind... as it did in my good friend Wesley Virgin's mind around seven years back, while riding an unregistered, beat-up bucket of a car without a license and with $3.20 in his pocket.
"I'm absolutely frustrated with going through life payroll to payroll! When will I finally succeed?"
You've taken part in those questions, am I right?
Your success story is going to be written. You just need to take a leap of faith in YOURSELF.
UNLOCK YOUR SECRET BRAINPOWER