Search

Sabtu, 24 Agustus 2013

ANALISIS STUDI KASUS PEKERJA ANAK DALAM RUANG LINGKUP MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA

Sumberdaya manusia merupakan asset bagi perusahaan, dimana perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memberikan hak karyawannya serta tetap memandang peraturan dan hukum yang berlaku mengenai tenaga kerja. Salah satu peraturan dan hukum tenaga kerja adalah mengenai pekerja anak, berbagai negara telah menyerukan larangan perusahaan untuk mempekerjakan anak dalam kegiatan usahanya.  

Anak merupakan masa depan suatu negara, dengan memperlakukan anak secara baik dan memberikan pendidikan yang layak tanpa beban pekerjaan akan membuat anak tumbuh dengan baik dan cerdas yang akan memajukan suatu bangsa. Anak sangan menjadi perhatian dunia, hal tersebut dikuatkan dengan adanya konvensi hak anak atau KHA yang merupakan suatu perjanjian yang mengatur prinsip dasar perlindungan anak yang dimulai pada tahun 1989, semua negara seharusnya dapat menjalankan perjanjian ini namun belum semua negara menandatangani perjanjian ini menurut Unicef. Indonesia meratifikasi KHA melalui keputusan presiden no 46 Tahun 1990 mengenai hak anak dan mengenai perlindungan anak diatur dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002. Walaupun telah memiliki perlindungan hokum, masih banyak anak yang harus bekerja untuk memnuhi kebutuhan hidupnya maupun kebutuhan hidup keluarganya.

Organisasi Buruh sedunia atau lebih deikenal dengan ILO menunjukkan data terbaru pada Juni 2013 bahwa di dunia terdapat 10,5 juta anak pekerja domestic yang potensial menjurus kepada kondisi perbudakan. Di Indonesia Komisi Nasional Perlindungan Anak melansir data kasus terkait anak-anak selama semester pertama 2013. Jumlah pekerja anak mencapai 4,7 juta jiwa. Paling banyak di Papua, pekerja anak sebanyak 34,7 persen dari total pekerja. Posisi kedua adalah Sulawesi Utara dengan besaran 20,46 persen, dsisusul Sulawesi Barat 19,82 persen. Dilihat dari lokasi kerja, dari total jumlah itu, kisaran 1,1 juta anak bekerja di kawasan perkotaan. Lainnya, 2,3 juta anak di pedesaan. Sebagai perbandingan, data Badan Pusat Statistik mencatat jumlah pekerja anak sebesar 1,7 juta jiwa. Rinciannya, 674 ribu berusia di bawah 13 tahun. Sebanyak 321 ribu berusia 13-14 tahun, dan sisanya 760 ribu berusia 15-17 tahun. Padahal, Indonesia punya target bebas dari pekerja anak pada 2020. 

Kasus pekerja anak dalam organisasi di dunia sudah lama terjadi, kampanye penolakan pengeksplotasian anak sebagai pekerja pun sering di serukan oleh berbagai komunitas di dunia. Namun, pekerja anak tetap meningkat setiap tahunnya. Setiap Negara berusaha mengurangi angka pekerja anak di industri lokalnya, namun karena banyak faktor seperti kemiskinan membuat usaha tersebut tidak berhasil secara optimal.
            Di Indonesia, permasalahan mengenai pekerja anak belum lama terjadi di Tanggerang dan Jakarta, meski kedua kasus ini berbeda namun terdapat pekerja anak didalamnya yang seharusnya tidak dipekerjakan oleh pemilik usaha. Di Tanggerang, pekerja yang sebagian anak di eksploitasi, tidak diberi kompensasi, dikurung dan dihukum, beberapa orang menyebutnya mirip perbudakan. Tenaga kerja anak di dalam organisasi di Tanggerang tersebut merasa dieksploitasi dan di siksa , dalam hal ini pentingnya sumber daya manusia bukan hanya sebagai unsur produksi tetapi juga sebagai manusia bukan sebagai mesin. Perlakuan pemilik bisnis di Tanggerang terhadap tenaga kerja anak di dalamnya seolah menganggap mereka seperti mesin yang diberikan makan tidak mencukupi, tempat tinggal tidak memadai dan kompensasi yang tidak diberikan, ini menyalahi hak asasi dari tenaga kerja. Kesalahan memperkerjakan anak dibawah usia yang diperbolehkan serta tidak menganggap mereka sebagai manusia merupakan kesalahan besar dalam manajemen sumberdaya manusia.
            Kasus kedua di Jakarta di pabrik nugget, pemilik berpendapat bahwa pekerja anak di dalam usahanya tidak diperlakukan secara mesin, tenaga kerja diperlakukan sebagai manusia dan mereka melamar pekerjaan bersama orang tua mereka yang beralasan agar menghasilkan pendapatan. Kasus kedua ini berbeda dengan kasus pertama, meskipun tetap salah mempekerjakan anak dalam produksinya namun pemilik masih memberikam hak kompensasi terhadap mereka derta perlakuan dengan wajar. Perekrutan mereka pun tanpa paksaan.
            Tujuan social manajemen sumberdaya manusia suatu organisasi adalah merespon masyarakat yang memberikan pendapat atau masukan dalam organisasi tersebut, dalam hal ini banyak penolakan masyakat terhadap pekerja anak yang diwakili oleh beberapa asosiasi harus direspon oleh perusahaan. Perusahaan harus bisa menampung masukan dari masyarakat dengan tidak mempekerjakan anak.
            Permasalahan sampai adanya tenaga kerja anak adalah faktor kemiskinan sehingga anak putus sekolah dan harus membantu keuangan keluarga dengan bekerja, hal ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah untu mengurangi kemiskinan di negaranya agar berkurangnya tenaga kerja anak di dunia industri. Permasalahan kedua adalah dorongan atau paksaan dari orang tua, pemerintah dapat memberikan sanksi bagi orangtua yang memaksakan anaknya berkerja bila belum mencukupi umur. Namun,bila alasannya kemiskinan, pemerintah harus dapat menyalurkan dana sosial agar anak tersebut kembali sekolah dan keluarganya dapat hidup dengan layak.
            Rekruitmen HRD dalam penyiapan dan perekrutan tenaga kerja harus melarang pekerja anak. Di Indonesia, organisasi yang meperkerjakan anak merupakan organisasi kecil yang tidak memiliki HRD khusus, pemilik bertindak sebagai perekrut sehingga penerapan sistem HRD yang tepat terkadang kurang bisa dilaksanakan. Pemilik yang merekrut tenaga kerja tidak banyak yang mempertimbangkan larangan mengenai mempekerjakan anak dibawah umur, terkadang pengusaha hanya mementingkan keuntungan yang bisa diambil dengan mengupah rendah tenaga kerja, tenaga kerja yang upahnya rendah salah satunya adalah pekerja anak. Pengusaha juga terkadang tidak dapat menolak keinginan orangtua anaknya yang ingin bekerja dengan alasan kebutuhan materi yang belum tercukupi, hal ini membuat pemilik usaha menerima tenaga kerja anak dengan tidak mempertimbangkan sistem HRD dan aturan HRD dengan baik dan benar.
Kompensasi merupakan hak tenaga kerja yang diberikan oleh pemilik usaha atas pekerjaan yang telah diselesaikan. Nilai kompensasi yang rendah merupakan alasan beberapa orang merekrut anak untuk dijadikan tenaga kerjanya. Anak belum memiliki keahlian khusus ataupun spesifikasi pendidikan yang layak sehingga pemberi kerja memberikan upah yang rendah. Pekerja anak juga tidak banyak menuntut seperti orang dewasa yang memiliki fikiran lebih panjang sehingga bila ada yang tidak sesuai pekerja anak akan lebih diam. Kedua hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi pemilik usaha sehingga banyak anak yang direkrut namun tidak diberikan kompensasi secara layak, mempekerjakan anak sudah menyalahi hukum ditambah dengan kompensasi yang tidak layak yang terkadang menjurus pada perbudakan yang dikatakan oleh ILO.
Dalam teori hubungan mengenai isu usia dengan organisasi diantaranya mengenai produktivitas, pengalaman, kompetensi dan kepuasan. Produktivitas tenaga kerja anak tidak optimal karena usianya yang masih dibawah umur sehingga belum memiliki kemampuan untuk menghasilkan pekerjaan yang tinggi. Pengalaman tenaga kerja anak belum ada hal ini dikarenakan usianya yang masih muda dan belum pernah bekerja sebelumnya. Pekerja anak tidak memiliki kompetensi karena belum mengerti mengenai kompetensi dalam pekerjaan, terkadang pemberi kerja mengajarkan kompetensi itu kepadaanak-anak. Produktivitas yang rendah, pengalaman yang rendah, kompetensi yang rendah Meninmbulkan ketidakpuasan organisasi sehingga terkadang anak diberlakukan secara kasar ataupun digaji dengan upah sedikit.
Anak yang bekerja dalam rumah tangga seharusnya dianggap anggota keluarga oleh keluarga yang mempekerjakannya, namun hal ini sulit dilaksanakan di beberapa tempat dengan berbagai alasan. Selain itu pekerja anak yang dikirim untuk protistusi harus paling banyak ditentang, selain mempengaruhi kesehatan dan psikologis anak, hal tersebut akan mempengaruhi masa depan anak tersebut. Kepentingan keuntungan sekelompok orang terkadang lebih dipentingkan dibanding dengan tindakan sosial yang seharusnya diambil. Perbudakan di zaman modern ini masih banyak terjadi pada pekerja anak.

1 komentar:

  1. As reported by Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason women in this country get to live 10 years longer and weigh on average 42 lbs less than we do.

    (And really, it has totally NOTHING to do with genetics or some secret diet and absolutely EVERYTHING to do with "HOW" they eat.)

    BTW, What I said is "HOW", not "WHAT"...

    Click this link to determine if this short quiz can help you discover your real weight loss potential

    BalasHapus