Sumberdaya manusia merupakan asset
bagi perusahaan, dimana perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memberikan hak
karyawannya serta tetap memandang peraturan dan hukum yang berlaku mengenai
tenaga kerja. Salah satu peraturan dan hukum tenaga kerja adalah mengenai
pekerja anak, berbagai negara telah menyerukan larangan perusahaan untuk
mempekerjakan anak dalam kegiatan usahanya.
Anak merupakan masa depan suatu
negara, dengan memperlakukan anak secara baik dan memberikan pendidikan yang
layak tanpa beban pekerjaan akan membuat anak tumbuh dengan baik dan cerdas
yang akan memajukan suatu bangsa. Anak sangan menjadi perhatian dunia, hal
tersebut dikuatkan dengan adanya konvensi hak anak atau KHA yang merupakan
suatu perjanjian yang mengatur prinsip dasar perlindungan anak yang dimulai
pada tahun 1989, semua negara seharusnya dapat menjalankan perjanjian ini namun
belum semua negara menandatangani perjanjian ini menurut Unicef. Indonesia
meratifikasi KHA melalui keputusan presiden no 46 Tahun 1990 mengenai hak anak
dan mengenai perlindungan anak diatur dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002.
Walaupun telah memiliki perlindungan hokum, masih banyak anak yang harus
bekerja untuk memnuhi kebutuhan hidupnya maupun kebutuhan hidup keluarganya.
Organisasi Buruh sedunia atau lebih
deikenal dengan ILO menunjukkan data terbaru pada Juni 2013 bahwa di dunia
terdapat 10,5 juta anak pekerja domestic yang potensial menjurus kepada kondisi
perbudakan. Di Indonesia Komisi Nasional Perlindungan Anak melansir data kasus
terkait anak-anak selama semester pertama 2013. Jumlah pekerja anak mencapai
4,7 juta jiwa. Paling banyak di Papua, pekerja anak sebanyak 34,7 persen
dari total pekerja. Posisi kedua adalah Sulawesi Utara dengan besaran 20,46
persen, dsisusul Sulawesi Barat 19,82 persen. Dilihat dari lokasi kerja,
dari total jumlah itu, kisaran 1,1 juta anak bekerja di kawasan perkotaan.
Lainnya, 2,3 juta anak di pedesaan. Sebagai perbandingan, data Badan Pusat
Statistik mencatat jumlah pekerja anak sebesar 1,7 juta jiwa. Rinciannya, 674
ribu berusia di bawah 13 tahun. Sebanyak 321 ribu berusia 13-14 tahun, dan
sisanya 760 ribu berusia 15-17 tahun. Padahal, Indonesia punya target
bebas dari pekerja anak pada 2020.
Kasus
pekerja anak dalam organisasi di dunia sudah lama terjadi, kampanye penolakan
pengeksplotasian anak sebagai pekerja pun sering di serukan oleh berbagai
komunitas di dunia. Namun, pekerja anak tetap meningkat setiap tahunnya. Setiap
Negara berusaha mengurangi angka pekerja anak di industri lokalnya, namun
karena banyak faktor seperti kemiskinan membuat usaha tersebut tidak berhasil
secara optimal.
Di Indonesia, permasalahan mengenai
pekerja anak belum lama terjadi di Tanggerang dan Jakarta, meski kedua kasus
ini berbeda namun terdapat pekerja anak didalamnya yang seharusnya tidak
dipekerjakan oleh pemilik usaha. Di Tanggerang, pekerja yang sebagian anak di
eksploitasi, tidak diberi kompensasi, dikurung dan dihukum, beberapa orang
menyebutnya mirip perbudakan. Tenaga kerja anak di dalam organisasi di Tanggerang
tersebut merasa dieksploitasi dan di siksa , dalam hal ini pentingnya sumber
daya manusia bukan hanya sebagai unsur produksi tetapi juga sebagai manusia
bukan sebagai mesin. Perlakuan pemilik bisnis di Tanggerang terhadap tenaga
kerja anak di dalamnya seolah menganggap mereka seperti mesin yang diberikan
makan tidak mencukupi, tempat tinggal tidak memadai dan kompensasi yang tidak
diberikan, ini menyalahi hak asasi dari tenaga kerja. Kesalahan memperkerjakan
anak dibawah usia yang diperbolehkan serta tidak menganggap mereka sebagai
manusia merupakan kesalahan besar dalam manajemen sumberdaya manusia.
Kasus kedua di Jakarta di pabrik
nugget, pemilik berpendapat bahwa pekerja anak di dalam usahanya tidak
diperlakukan secara mesin, tenaga kerja diperlakukan sebagai manusia dan mereka
melamar pekerjaan bersama orang tua mereka yang beralasan agar menghasilkan
pendapatan. Kasus kedua ini berbeda dengan kasus pertama, meskipun tetap salah
mempekerjakan anak dalam produksinya namun pemilik masih memberikam hak
kompensasi terhadap mereka derta perlakuan dengan wajar. Perekrutan mereka pun
tanpa paksaan.
Tujuan social manajemen sumberdaya manusia
suatu organisasi adalah merespon masyarakat yang memberikan pendapat atau
masukan dalam organisasi tersebut, dalam hal ini banyak penolakan masyakat
terhadap pekerja anak yang diwakili oleh beberapa asosiasi harus direspon oleh
perusahaan. Perusahaan harus bisa menampung masukan dari masyarakat dengan
tidak mempekerjakan anak.
Permasalahan sampai adanya tenaga
kerja anak adalah faktor kemiskinan sehingga anak putus sekolah dan harus
membantu keuangan keluarga dengan bekerja, hal ini merupakan pekerjaan rumah
bagi pemerintah untu mengurangi kemiskinan di negaranya agar berkurangnya
tenaga kerja anak di dunia industri. Permasalahan kedua adalah dorongan atau
paksaan dari orang tua, pemerintah dapat memberikan sanksi bagi orangtua yang
memaksakan anaknya berkerja bila belum mencukupi umur. Namun,bila alasannya
kemiskinan, pemerintah harus dapat menyalurkan dana sosial agar anak tersebut
kembali sekolah dan keluarganya dapat hidup dengan layak.
Rekruitmen HRD dalam penyiapan dan
perekrutan tenaga kerja harus melarang pekerja anak. Di Indonesia, organisasi
yang meperkerjakan anak merupakan organisasi kecil yang tidak memiliki HRD
khusus, pemilik bertindak sebagai perekrut sehingga penerapan sistem HRD yang
tepat terkadang kurang bisa dilaksanakan. Pemilik yang merekrut tenaga kerja
tidak banyak yang mempertimbangkan larangan mengenai mempekerjakan anak dibawah
umur, terkadang pengusaha hanya mementingkan keuntungan yang bisa diambil
dengan mengupah rendah tenaga kerja, tenaga kerja yang upahnya rendah salah satunya
adalah pekerja anak. Pengusaha juga terkadang tidak dapat menolak keinginan
orangtua anaknya yang ingin bekerja dengan alasan kebutuhan materi yang belum
tercukupi, hal ini membuat pemilik usaha menerima tenaga kerja anak dengan
tidak mempertimbangkan sistem HRD dan aturan HRD dengan baik dan benar.
Kompensasi
merupakan hak tenaga kerja yang diberikan oleh pemilik usaha atas pekerjaan
yang telah diselesaikan. Nilai kompensasi yang rendah merupakan alasan beberapa
orang merekrut anak untuk dijadikan tenaga kerjanya. Anak belum memiliki
keahlian khusus ataupun spesifikasi pendidikan yang layak sehingga pemberi
kerja memberikan upah yang rendah. Pekerja anak juga tidak banyak menuntut
seperti orang dewasa yang memiliki fikiran lebih panjang sehingga bila ada yang
tidak sesuai pekerja anak akan lebih diam. Kedua hal tersebut menjadi
keuntungan tersendiri bagi pemilik usaha sehingga banyak anak yang direkrut
namun tidak diberikan kompensasi secara layak, mempekerjakan anak sudah
menyalahi hukum ditambah dengan kompensasi yang tidak layak yang terkadang
menjurus pada perbudakan yang dikatakan oleh ILO.
Dalam
teori hubungan mengenai isu usia dengan organisasi diantaranya mengenai
produktivitas, pengalaman, kompetensi dan kepuasan. Produktivitas tenaga kerja
anak tidak optimal karena usianya yang masih dibawah umur sehingga belum
memiliki kemampuan untuk menghasilkan pekerjaan yang tinggi. Pengalaman tenaga
kerja anak belum ada hal ini dikarenakan usianya yang masih muda dan belum
pernah bekerja sebelumnya. Pekerja anak tidak memiliki kompetensi karena belum
mengerti mengenai kompetensi dalam pekerjaan, terkadang pemberi kerja
mengajarkan kompetensi itu kepadaanak-anak. Produktivitas yang rendah,
pengalaman yang rendah, kompetensi yang rendah Meninmbulkan ketidakpuasan
organisasi sehingga terkadang anak diberlakukan secara kasar ataupun digaji
dengan upah sedikit.
Anak
yang bekerja dalam rumah tangga seharusnya dianggap anggota keluarga oleh
keluarga yang mempekerjakannya, namun hal ini sulit dilaksanakan di beberapa
tempat dengan berbagai alasan. Selain itu pekerja anak yang dikirim untuk
protistusi harus paling banyak ditentang, selain mempengaruhi kesehatan dan
psikologis anak, hal tersebut akan mempengaruhi masa depan anak tersebut.
Kepentingan keuntungan sekelompok orang terkadang lebih dipentingkan dibanding
dengan tindakan sosial yang seharusnya diambil. Perbudakan di zaman modern ini
masih banyak terjadi pada pekerja anak.
As reported by Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason women in this country get to live 10 years longer and weigh on average 42 lbs less than we do.
BalasHapus(And really, it has totally NOTHING to do with genetics or some secret diet and absolutely EVERYTHING to do with "HOW" they eat.)
BTW, What I said is "HOW", not "WHAT"...
Click this link to determine if this short quiz can help you discover your real weight loss potential